Sabtu, 20 November 2010

TSUNAMI

Quantcast
ARINA HIDAYAH
XI IPA 3
07
TSUNAMI MENTAWAI  
   
Lokasi Bencana di kepulauan Mentawai
Bencana alam silih berganti melanda Indonesia.Setelah banjir bandang di Wasior, Papua Barat,tsunami setinggi tiga meter menghantam Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar),Senin malam (25/10).
Bencana alam yang diawali gempa bumi berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) itu mengakibatkan 112 orang tewas dan 502 hilang. Data jumlah korban itu terungkap dalam rapat koordinasi penanggulangan gempa dan tsunami Mentawai yang dipimpin Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan dihadiri Bupati Mentawai, Edison Saleuleubaja, di Padang tadi malam. Ribuan warga Mentawai dilaporkan mengungsi ke berbagai lokasi yang lebih aman. Pengiriman bantuan ke lokasi bencana masih terkendala cuaca buruk di perairan Laut Mentawai. Upaya pencarian terhadap korban tsunami masih dilakukan,sehingga kemungkinan data jumlah korban masih bisa berubah.
“ Tim gabungan masih berupaya mencari korban yang hilang di titik-titik yang diduga terkena dampak bencana tsunami,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar Harmensyah saat dihubungi SINDOtadi malam. Gempa bumi berkekuatan 7,2 SR mengguncang Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), Senin (25/10) malam pukul 21.42 WIB. Pusat gempa berada di 3.61 Lintang Selatan – 99.93 Bujur Timur dan berkedalaman 10 km.Gempa berlokasi 78 km barat daya Pagai Selatan,Mentawai. Kondisi Kabupaten Kepulauan Mentawai pascagelombang tsunami kemarin memprihatinkan.
Menurut keterangan Ketua DPRD Mentawai Hendri Dori, masyarakat di Kepulauan Mentawai, khususnya di Kecamatan Pagai Utara dan Pagai Selatan sudah kehabisan makanan karena persediaan yang ada di rumah dan di warung lenyap tersapu tsunami.“Untuk menyambung hidup mereka harus makan ubi, talas, dan dedaunan. Mereka juga butuh kantong mayat,”katanya. Sampai saat ini tim dari Basarnas, dibantu TNI, masih berusaha menembus lokasi kejadian yang cukup sulit dijangkau. Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mudjiarto menyatakan kemarin sore telah memberangkatkan Tim Kesehatan Sumbar sebanyak 12 orang dan perlengkapannya menuju Kepulauan Mentawai.
Mereka terdiri atas satu dokter ahli bedah, dua asisten dokter bedah, satu ahli anestesi, satu perawat anestesi,dua perawat gadar, satu dokter umum, satu ahli gizi, satu orang surveilan, dan dua staf logistik. “Bersama itu juga dikirimkan obat-obatan dan 200 kantong mayat,” ujarnya lewat pesan singkat kepada SINDO. Berbeda dengan data BPBD Sumbar, menurut Kementerian Kesehatan, data sementara yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumbar hingga pukul 20.00 WIB tadi malam menyebutkan jumlah korban tewas akibat gempa dan tsunami di kabupaten Kepulauan Mentawai mencapai 113 orang. Rinciannya, 20 orang di Kecamatan Pagai Selatan,58 orang di Kecamatan Pagai Utara,18 orang di Kecamatan Sipora Selatan, dan 7 orang di Kecamatan Sikakap.
Total korban hilang sebanyak 150 orang,dengan angka terbanyak di Pagai Utara (140 orang).Sisanya 5 orang di Sipora,4 orang di Pagai Selatan, dan 1 orang di Sikakap. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) langsung melakukan koordinasi dan pendampingan kepada BPBD Sumbar untuk melakukan evakuasi pengungsi dan korban tewas.“Kami menggerakkan tim dari pusat untuk melakukan pendampingan dan koordinasi penanggulangan, termasuk mengoordinasikan pemberian bantuan. Untuk bencana Mentawai ini,Pak Kepala (Syamsul Maarif) sudah langsung ke sana,” kata anggota tim reaksi cepat BNPB Furqon Hafidz yang menjaga posko BNPB di Jakarta kemarin.
Personel BNPB yang dikerahkan ke Mentawai sampai saat ini belum ditentukan karena masih melihat kebutuhan pendampingan dan koordinasi.BNPB juga terus memonitor bencana yang terjadi secara berantai. Dari longsor di Wasior, Papua Barat; Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta; maupun bencana gempa dan tsunami di Mentawai. Dari luar negeri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertimbangkan untuk mempersingkat kunjungan kerjanya di Vietnam lantaran bencana tsunami di Mentawai dan letusan Gunung Merapi. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan bahwa Presiden terus memantau perkembangan di Tanah Air,terutama tentang penanganan tanggap darurat di Mentawai.
“Sampai saat ini Presiden masih menunggu laporan dari Wapres, terutama setelah Wapres berkunjung ke Mentawai Rabu pagi. Jadi sampai sekarang masih jadi pertimbangan untuk kembali ke Jakarta dengan cepat,”ujar Julian yang berada di Hanoi kepada SINDO tadi malam. Presiden SBY dan rombongan Senin (25/10) lalu bertolak ke China dan Vietnam dalam rangka kunjungan kerja dan menghadiri KTT ASEAN.Gempa bumi berkekuatan 7,2 SR yang disertai tsunami di Mentawai membuat Presiden segera menggelar rapat koordinasi terbatas di hotel tempat rombongan menginap. Dalam rapat tersebut Presiden juga secara langsung berkomunikasi dengan Wapres Boediono.
Julian mengatakan, Presiden SBY mendapatkan kabar dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif tentang korban tsunami di Mentawai dan meletusnya Gunung Merapi saat Presiden masih dalam penerbangan dari China menuju Hanoi, Vietnam. Rapat tadi malam berlangsung selama hampir 1,5 jam dan diikuti oleh seluruh menteri yang ikut dalam rombongan. Presiden menginstruksikan TNI Angkatan Udara segera menerjunkan bantuan ke Mentawai agar proses evakuasi korban bisa berjalan dengan baik. “Mentawai wilayah yang agak sulit terjangkau selain dengan angkutan laut dan udara. Karena itu bantuan ke Mentawai harus dipercepat melalui udara dan TNI AU diinstruksikan untuk sepenuhnya membantu,”paparnya.
Kepala Pusat Seismologi Teknik dan Geopotensial Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Soehardjono mengatakan, salah satu kelemahan dalam memprediksi terjadinya gempa di Indonesia adalah kurangnya info dan analisis sejarah gempa yang terjadi sejak puluhan maupun ratusan tahun sebelumnya.Padahal, info sejarah sangat penting mengingat bencana gempa adalah proses yang terus terjadi di kawasan seperti Pulau Sumatera yang mempertemukan lempeng Asia dan lempeng Australia.
“Yang jelas di Pulau Sumatera ada potensi gempa karena pertemuan dua lempeng tadi.Hanya,kapan dan berapa besar gempa yang terjadi tentu harus kita analisis dari sejarah karena pergeseran lempeng umumnya terjadi secara periodik,” ujarnya. Lebih jauh dia menjelaskan, terjadinya rentetan bencana gempa di Pulau Sumatera sangat mungkin sebagai ulangan kejadian serupa pada ratusan bahkan ribuan tahun sebelumnya.Karena itu, upaya yang dilakukan BMKG saat ini adalah menganalisis sejarah dan terus mencatat setiap kejadian terkait gerak lempeng tersebut.
Sebagai langkah penanggulangan BMKG memberi informasi cepat dalam hitungan empat sampai lima menit untuk menyampaikan kemungkinan kerusakan dan bencana susulan yang bisa ditimbulkan. Baik berupa kemungkinan kerusakan rumah dan gedung dilihat dari kerasnya guncangan, maupun potensi air pasang ataupun tsunami jika gempa tersebut terjadi di laut.

Bencana Gempa dan Tsunami Aceh, 26 Desember 2004, Kisah Kelam di Ujung Tahun.

26 Desember 2004…..
Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.
Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1) mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah yang terisolir.
Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara.
Iitulah kisah suram 5 tahun silam yang terjadi di penghujung tahun 2004 silam. Namun, seiring waktu berjalan, segala perbaikan terus berjalan. Setidaknya, begitulah yang terbaca dan terdengar di media massa.
Akan tetapi, ironinya, masih terlihat adanya barak-barak yang berpenghuni, seperti di bantaran sungai Krueng Aceh, yang di kenal dengan Barak Bakoy. Memang kita tidak bisa menduga, apa yang terjadi ? Dengan dana yang melimpah, di dukung oleh sumber daya manusia yang multi culture, high intelegence, tapi semua ini masih terhidang di depan kita.
TSUNAMI DI NUSA TENGGARA TIMUR
Ratusan Warga NTT Tewas Diterjang Tsunami
Kupang, NTT - Bencana tsunami setinggi 20 meter akibat gempa bumi berkekuatan 7,2 skala richter  dengan kedalaman 10 kilometer, Jumat (28/8) siang tadi  melanda Kupang Nusa Tenggara Timur dan memecah kegalauan musim kemarau yang terjadi saat ini karena bencana itu menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan warga lainnya yang bermukim disepanjang pesisir utara Kota Kupang. Warga yang sedang menyaksikan fenomena alam laut surut jauh tiba tiba dikejutkan dengan sirene bahaya tsunami dan datangnya gelombang laut secara tiba-tiba membuat warga berhamburan melarikan diri dari terjangan tsunami. Namun ganasnya gelombang tsunami membunuh ratusan warga  yang tak sempat melarikan diri. Jasad para korban tergeletak berserakkan di pesisir pantai.Amukkan alam ini segera membangkitkan semangat kepedulian sosial warga bersama aparat keamanan yang segera melakukan bantuan penyelamatan terhadap ratusan warga yang terluka dengan mengevakuasi jasad para korban. Ratusan anggota TNI dibantu team search and rescue dengan seluruh kemampuannya mengevakuasi ratusan warga yang terluka maupun ratusan jasad yang bertebaran di pesisir pantai maupun yang hanyut di laut. TNI pun mengerahkan helikopter untuk melakukan penyisiran lewat udara untuk mencari ratusan warga yang dilaporkan hilang terbawa arus balik tsunami. Dari catatan team medis, terdata 400 warga menderita luka-luka serius dan mengalami patah tulang, 300 di antaranya meninggal dunia dan ratusan lainnya masih dinyatakan hilang. Para korban pun harus menjalani perawatan medis di tenda darurat, posko kesehatan yang langsung didirikan satuan TNI AD di kawasan pelabuhan Tenau Kota Kupang. Aksi  penyelamatan ini dilakukan sebagai simulasi penanggulangan bencana alam tsunami yang merupakan ancaman nyata bagi warga Indonesia , khususnya NTT yang tarmasuk daerah rawan tsunami. Danrem 161 Wirasakti, Kolonel Inf. Dody Usodo Hargo Suseno kepada wartawan dilokasi simulasi menjelaskan,  kegiatan simulasi yang dilakukan pihaknya bersama intansi terkait dan masyarakat itu dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi antar instansi dalam menangani sebuah musibah. Dikatakan, simulasi penanggulangan bencana tsunami ini diikuti oleh 500 lebih personil TNI AD dan AL , badan SAR NTT dan warga tenau. Dirinya mengaku gembira karena masyarakat mau diajak untuk mengikuti simulasi tersebut. Karena itu, dirinya berharap simulasi itu dapat menyadarkan masyarakat bahwa NTT yang merupakan daerah kepulauan itu sewaktu-waktu bias saja terkena bencana tsunami.

Jumat, 05 November 2010

GUNUNG MELETUS

ATIKA SEPTIANA
 XI IPA 3
NO:10

Krakatau


Krakatau
Krakatoa (bahasa Inggris)

Gunung Krakatau pada lukisan abad ke-19.
Ketinggian 813 m (2,667 kaki)
Lokasi
Lokasi Selat Sunda, Indonesia Flag of Indonesia.svg
Koordinat 6°6′27″LS,105°25′3″BT
Geologi
Jenis Kaldera vulkanik
Letusan terakhir 2009
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.

 Perkembangan Gunung Krakatau

Gunung Krakatau Purba

Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.
Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:
Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera
Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.
Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Munculnya Gunung Krakatau


Perkembangan Gunung Krakatau
Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.

Erupsi 1883


Sebuah litografi yang dibuat pada tahun 1888 yang menggambarkan Gunung Krakatau pada kejadian Erupsi 1883.
Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, meledaklah gunung itu. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

Anak Krakatau


Anak Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929, koleksi Tropenmuseum.
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.

Anak Krakatau, Februari 2008
Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.

Gunung Merapi

.
Merapi
Ketinggian 2.968 m (9.737 kaki)
Daftar Ribu, Gunung api Tipe A
Lokasi
Lokasi Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah), Sleman (DI Yogyakarta)
Koordinat 7°32'30" LS 110°26'30" BT
Geologi
Jenis stratovolcano
Letusan terakhir 2010
Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak sekitar 27 km dari puncaknya, dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m dan hanya 4 km jauhnya dari puncak. Gunung ini adalah salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).[1]


Riwayat geologi

Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terletak di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik yang tumbuh di sisi barat daya puncak Batulawang yang lebih tua.[2] Letusan-letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu (kala Pleistosen),[rujukan?] dan sampai 10.000 tahun lalu tipe letusannya adalah efusif (leleran lava). Setelah itu, letusannya juga bersifat eksplosif (ledakan), dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik.[rujukan?] Diperkirakan, letusan tersebutlah yang menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang.[rujukan?]
Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan hulu Kali Bebeng karena terkena terjangan awan panas. Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar selama 100 tahun terakhir, mengancam 32 desa[3] dan memakan korban nyawa lebih daripada 100 orang (angka masih dapat berubah), meskipun pengamatan terhaedap Merapi telah sangat intensif dan manajemen pengungsian telah berfungsi relatif baik.[rujukan?]

 2006

Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini. [4]
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman. [5]

2010

 

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang ke Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.[6] 27 Oktober, Gunung Merapi pun meletus. Dari sekian lama penelitian gunung teraktif di dunia ini pun meletus. 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan Lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB. [7]
Letusan terbesar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung,[8] dan Bogor.[9]
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code, yang menampung aliran Kali Gendol, di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert). [10]

 Rute pendakian

Gunung Merapi merupakan obyek pendakian yang populer. karena gunung ini merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utara dari Sèlo, satu kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu rata-rata 5 jam hingga ke puncak.
Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulai dari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
bernostalgia dengan peristiwa, trend, fenomena dan kisah di tahun 80-an

Gunung Galunggung Meletus

Jumat, 24 Oktober 2008


Disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar Gunung Galunggung meletus pada 5 Mei 1982. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni. Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 km dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir. Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990) merupakan masa rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan menata kembali jaringan jalan yang terputus, pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran sungai dan saluran irigasi (khususnya Cikunten I), kemudian dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar sebagai 'benteng' pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke kawasan Kota Tasikmalaya. Pada masa tersebut juga dilakukan eksploitasi pemanfaatan pasir galunggung yang dianggap berkualitas untuk bahan material bangunan maupun konstruksi jalan raya. Pada tahun-tahun kemudian hingga saat ini usaha pengerukan pasir galunggung tersebut semakin berkembang, bahkan pada awal perkembangannya (sekitar 1984-1985) dibangun jaringan jalan Kereta Api dari dekat Station KA Indihiang (Kp. Cibungkul-Parakanhonje) ke check dam sinagar sebagai jalur khusus untuk mengangkut pasir dari galungung ke Jakarta.
Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882. Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40km dari puncak gunung.

Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar yang dihasilkan pada letusan 1822. Letusan kali ini menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu.
Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2-5mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560x440m yang kemudian dinamakan gunung Jadi.